SEBAB TIMBULNYA KONFLIK
MASYARAKAT BERAGAMA
(Pro-Kontra Konflik Agama dalam Masyarakat)
Sepanjang sejarah agama dapat
memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan
semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga
dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif
dari agama dalam mempengaruhi masyarakat. Dan hal ini telah terjadi di beberapa
tempat di Indonesia. Agama dewasa ini seolah dan terkesan membuat gentar dan
cemas lantaran seringnya tampil dengan wajah yang penuh kekerasan. Agama
tampak kehilangan wajah ramahnya.
Di tengah-tengah pro dan kontra
ancaman kelompok agama fundamentalisme di atas, kini muncul pertanyaan, ada apa
dengan agama? Apakah agama memang meligitimasi kekerasan, bahkan
teror? Apakah agama berperan sebagai sumber problem atau sumber solusi?
Apakah radikalisme agama merupakan ancaman bagi sebuah bangsa yang
majemuk? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini wajar terlontar, mengingat
bahwa agama selama ini diklaim pemeluknya sebagai pembawa misi perdamaian
dunia.
Penjelasan Awal Kekerasan Bernuansa
Agama
Untuk menjelaskan lebih jauh mengapa
agama demikian garang dan kejam, tidak dapat serta merta agama dituduh sebagai
biang masalah. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas bergantung pada
bagaimana orang memahami hakikat agama itu sendiri. Agama, dalam kaitan ini,
harus dipahami dalam konteks relasinya dengan kehidupan riil manusia. Naif jika
agama diposisikan bebas dari segenap kenyataan hidup tersebut.
Agama, dalam konteks di atas
merupakan kekuatan penting bagi kehidupan manusia. Karena itulah agama justru
harus ditempatkan secara proporsional dalam konteksnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa “agama bukan pulau dalam dirinya” . Oleh karena itu,
perlu ditegaskan bahwa sekarang agama harus dipahami dan ditafsirkan dalam
konteks pluralisme global. Kenyataan plural dunia ini hendaknya dijadikan titik
tolak dalam memahami posisi agama dewasa ini.
Adanya berbagai bencana dan tragedi
kemanusiaan yang melibatkan agama, seperti dikemukakan di atas, tidak lain
adalah akibat terjadinya pembusukan dan pengorupsian agama.
Ada empat hal pokok sebagai sumber
konflik sosial yang bersumber dari agama.
Penulis ingin menyoroti konflik
antar kelompok masyarakat Islam - Kristen di Indonesia, dibagi dalam empat hal,
yaitu:
A. Perbedaan Doktrin dan Sikap
Mental
Semua pihak umat beragama yang
sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan
doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak
mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama
lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala
penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada
agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan
lawan dinilai menurut patokan itu.
Agama Islam dan Kristen di
Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk
dari wahyu Ilahi karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal
dari Tuhan.
Di beberapa tempat terjadinya
kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi
golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam
umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama.
Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh
sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai
masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang
pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu
agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.
Karena itu, faktor perbedaan doktrin
dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai
pemicu konflik.
B. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk
Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan
ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan
ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk
menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara
Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku
Batak yang beragama Kristen, kedua suku itu hampir selalu hidup dalam
ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan
ketentraman dan keamanan.
Di beberapa tempat yang terjadi
kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang
mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku
Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah
kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa.
Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu
terjadinya konflik.
C. Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya
bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia
tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam
masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik
antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu,
nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat
setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum
pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah
gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok
masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai
faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok
agama di Indonesia.
D. Masalah Mayoritas da Minoritas
Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai
aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat
adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya
konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas,
sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah
orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang
mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok
minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen
sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti:
pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.
Maraknya aksi-aksi kekerasan dan teror
mengatasnamakan jihad pascatumbangnya rezim Orde baru pada 1998 menandai
ekspansi dan meningkatnya pengaruh radikalisme Islam dalam lanskap politik
Indonesia kontemporer. Dalam konteks ini, dimensi ekonomi politik yang mewarnai
pergeseran lanskap geopolitik global dan ketegangan hubungan agama-negara yang
terjadi dalam ranah politik domestik selalu menjadi bagian penting yang
berperan mendorong pertumbuhan radikalisme.
Kesimpulan
Sebagai penutup dari keseluruhan
uraian yang telah dikemukakan di muka maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Bahwa kasus pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia yang paling tinggi adalah pelarangan atau pembatasan aktifitas keagamaan atau kegiatan ibadah kelompok tertentu.
- Bahwa interpretasi kitab suci agama dapat menyediakan legitimasi dan berfungsi sebagai sumber daya pembingkaian (framing resource) bagi aktivisme kekerasan.
- Bahwa fenomena kekerasan yang bernuansa agama bukan suatu gejala yang sederhana atau yang terpisah dari pergulatan ideologis, teologis dan persoalan tantangan dunia global.
- Bahwa untuk memahami radikalisme atau kekerasan atas nama agama menuntut kajian secara menyeluruh dan lintas disiplin.